Blog.Gamatechno.com – Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menjadikan negara-negara yang tergabung di ASEAN sebagai sebuah pasar besar. Selain itu, terwujud pula satu kompleks produksi regional dengan tujuan untuk membuat ASEAN menjadi lebih kompetitif dan dinamis. Konektivitas serta integrasi regional ini bakal mempercepat pembangunan di berbagai sektor. Tak terkecuali di kualitas sumber daya manusia serta kebutuhan tenaga profesional.
Ada empat pilar yang menyangga MEA, yaitu: pasar tunggal dan pusat produksi, region ekonomi yang kompetitif, keadilan dalam perkembangan ekonomi, serta integrasi ASEAN ke ekonomi global. Apabila berjalan dengan baik, MEA tidak hanya membuka peluang besar bagi para investor, namun juga masyarakat ASEAN.
Karena masyarakat ASEAN sangat beragam, maka MEA membutuhkan tenaga-tenaga profesional yang mampu berkompetisi secara sehat pula. Salah satu bidang yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kedokteran. Di ASEAN, bahkan dunia internasional, masalah kesehatan selalu menjadi salah satu indikator utama keberhasilan sebuah negara. Negara yang mampu memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi masyarakatnya, akan langsung berimbas pada indeks kepuasan pengakses layanan.
Salah satu analis dunia bahkan memprediksikan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia pada periode 2015-2018 akan berada di posisi 15 besar dunia. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari fakta adanya reformasi program asuransi kesehatan, kebijakan pemerintah yang disukai, pertumbuhan kelas menengah yang signifikan, perubahan demografis, peningkatan penyakit kronis, serta pertumbuhan profit di sektor privat. Berpijak dari hal tersebut, pelayanan dokter dan klinik harus semakin kompetitif secara kualitas.
Pada tulisan kali ini, Gamatechno akan memfokuskan pada klinik serta dokter gigi. Sebab, di MEA tenaga profesional spesifik sangatlah dibutuhkan. Berikut tiga masalah yang sering dihadapi oleh dokter serta klinik gigi dan perlu diatasi untuk tetap bisa bersaing di era MEA.

1. Antrian yang terlalu panjang
Menjadi negara dengan jumlah penduduk yang terlampau banyak menyebabkan antrian tidak bisa dihindari. Masalah lain yang ikut memperparah keadaan adalah terbatasnya infrastruktur kesehatan di Indonesia. Untuk bisa memberikan kualitas bersaing bagi masyarakat MEA, ketika infrastruktur masih coba terus ditambah, Indonesia butuh sistem terpadu guna mengatur antrian dan mengefektifkan waktu untuk pasien. Selama ini banyak masyarakat yang harus mengambil nomor antrian secara manual ketika ingin memeriksakan ke klinik atau dokter gigi. Sistem bisa memangkas tenaga dan waktu yang dihabiskan dalam proses tersebut.
2. Pengelolaan stok dan peralatan

Dalam bidang kedokteran, terutama kedokteran gigi, stok obat dan kesiapan peralatan adalah keharusan. Hal ini terkait fakta bahwa kebanyakan pengobatan yang berkaitan dengan mulut harus diberikan secara segera. Apabila kedua poin tersebut luput, pelayanan optimal bakal sulit tercapai. Cara mengatasinya adalah dengan selalu mencatat stok di sistem pengelolaan stok secara berkala, selain itu, inventarisasi peralatan juga berlaku sama.
3. Tagihan pelanggan/invoicing

Tagihan terhadap pelanggan maupun konsumen adalah hal yang tidak kalah penting. Tagihan ini seringkali disimpan untuk arsip maupun klaim asuransi. Oleh karena itu, invoice adalah hal yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Optimalisasi transaksi serta kelayakan invoice pun harus diprioritaskan.
Kesemua masalah di atas bisa diselesaikan dengan gtClinic. gtClinic merupakan teknologi yang diproduksi oleh Gamatechno. Di dalamnya, dokter gigi maupun klinik akan sama-sama dimudahkan dalam memberikan pelayanan terbaiknya. Hasil akhirnya, teknologi ini bakal menjadikan klinik dan dokter gigi di Indonesia semakin kompetitif di cakupan masyarakat MEA.
Discussion about this post