Kehadiran teknologi semestinya mendatangkan kebahagiaan sebab akan ada banyak pekerjaan yang semakin dimudahkan eksekusinya. Namun, tidak jarang masih ada pihak-pihak, di tulisan ini fokusnya ke aparatur pemerintahan, yang salah paham tentang kehadiran teknologi informasi dan komunikasi (TIK) itu sendiri. Apa saja? (Baca : Mengapa Tata Kelola TIK Harus Diterapkan di Daerah Anda)
1. Bukan sekadar mengetik di komputer
Salah satu yang paling umum adalah menganggap bahwa layanan TIK hanya berkutat pada digitalisasi data melalui komputer. Meskipun tidak salah, tetapi cara pandang ini terlalu sempit. Sebab semestinya berbagai piranti digital yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kinerja institusi bisa dimasukkan ke kategori sarana TIK. Apalagi, belakangan perkembangan teknologi sendiri semakin kompleks dan beragam, termasuk hadirnya aplikasi-aplikasi smartphone, komputasi awan, media sosial, dan sebagainya.
2. Strategi TIK penting
Selain itu, karena TIK termasuk hal yang cenderung baru sedangkan pemegang posisi-posisi penting di pemerintahan masih cukup banyak yang kurang familiar dengan dinamikanya, muncul anggapan bahwa strategi TIK tidak dibutuhkan. Faktanya, untuk memberikan layanan yang prima dan up to date, strategi ini memegang peran krusial—sekali lagi TIK bukan sekadar masalah implementasi perangkat keras.
Apabila yang dipandang “perlu” hanyalah pengadaan infrastruktur fisik, pengeluaran anggaran ke depannya bisa membengkak dan kinerja aset TIK yang dimiliki bisa jadi malah tidak efisien. Kehadiran partner pemerintah untuk pemetaan kebutuhan teknologi ini tentu saja diperlukan agar bisa menyusun strategi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran instansi terkait. Umumnya hal ini terjadi di awal masa adopsi.
3. Barang baru juga butuh perawatan
Berikutnya adalah munculnya pemahaman bahwa barang baru tidak butuh dana perawatan. “Baru” tidak selalu linier dengan “terbaik”, apalagi ini adalah piranti elektronik yang punya potensi rusak karena beragam faktor. Ingat bahwa inovasi bidang teknologi berputar sangat cepat. Akan selalu ada kebutuhan untuk meningkatkan versi perangkat lunak yang terpasang, menyesuaikan komponen dengan kebutuhan termutakhir, memastikan operasinya berjalan tanpa kendala, dan sebagainya. Hal itu bertujuan agar jalannya layanan pemerintahan tidak terganggu.
4. Pembaruan perangkat jangan ditunda
Terakhir adalah tentang penundaan pembaruan (entah hardware maupun software) karena dianggap lebih hemat. Di perspektif jangka pendek memang tampaknya memang akan menguntungkan, padahal ini bisa jadi bom waktu. Sering ditemui di instansi pemerintahan di mana sistem operasi komputernya sudah jauh tertinggal. Umumnya mereka beralasan karena tampilan sistem terbaru membuat bingung.
Padahal, apabila perilaku ini terus dibudayakan, justru bisa membahayakan data sensitif milik pemerintah sendiri. Misalnya ketika sistem yang dipakai sudah tidak menerima pembaruan keamanan berkala sehingga rentan terhadap peretasan. Pertimbangan proteksi jangka menengah dan panjang wajib dimiliki. (Baca Juga : Bagaimana SPBE Membantu Proses Kerja Pemerintah yang Efisien, Efektif, dan Transparan
Akar kesalahpahaman tentang layanan TIK dalam pemerintahan sering berpusat pada cara pandang yang kurang dinamis mengikuti perkembangan era. Beranjak dari sini, hal yang perlu dipraktikkan adalah: teknologi tidak mungkin berjalan stagnan, manusia yang menggunakannya pun harus mau ikut adaptif.
Discussion about this post