Apakah membangun resilient team penting untuk perusahaan?
Dalam sebuah bisnis, tentu akan ada masa di mana bisnis berjalan kurang baik, atau keadaan manajemen internal juga tidak sedang baik-baik saja. Hampir mustahil jika sebuah perusahaan selalu berjalan lancar tanpa hambatan, ya, kan? Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hambatan-hambatan perusahaan adalah membangun resilient team.
Meskipun sebuah perusahaan terlihat besar, sukses, dan berkembang pesat; pasti ada sebuah perjuangan besar dibaliknya. Dalam perjuangan tersebut tentu ada andil besar dari setiap lapisan pekerja dari perusahaan tersebut. Sehingga tidak ada divisi yang tidak penting. Semua divisi dalam sebuah perusahaan pasti berkontribusi terhadap segala hal yang terjadi dengan perusahaan. Untuk itu dibutuhkan tim perusahaan yang solid untuk menunjang kesuksesan sebuah perusahaan. Tim yang solid dapat diwujudkan dengan membangun resilient team.
Karakteristik yang Penting untuk Membangun Resilient Team
Tekanan tim untuk menjadi resilien lebih urgent seiring kita memasuki era baru yang lebih menantang. Namun, pandemi menjadi sebuah hambatan di mana beberapa skill yang dibutuhkan tidak tercapai. Dalam kasus ini, pemimpin perusahaan atau CEO harus mengambil langkah tegas untuk mewujudkan resilient team.
Ada 4 karakteristik yang penting demi membangun resilient team: keterbukaan, banyak akal, compassion, dan kerendahan hati.
- Keterbukaan: Sikap terbuka, jujur satu sama lain, dan memberikan feedback untuk kebaikan bersama. Resilient team mampu untuk saling jujur guna mengidentifikasi dan memecahkan tantangan yang mereka hadapi.
- Banyak akal: Resilient team rebound dari kemunduran dan menyambut tantangan baru. Mereka memberikan energi mereka untuk menemukan solusi dan tetap fokus pada hasil.
- Compassion: Resilient team memuat para individu yang benar-benar tulus peduli satu sama lain. Ketangguhan berasal dari komitmen untuk mengangkat tim daripada mencari pengakuan untuk kesuksesan diri sendiri.
- Kerendahan hati: Resilient team mau untuk mengakui ketika sebuah masalah rumit dan lalu mencari bantuan, baik seseorang dari tim atau orang lain di perusahaan. Mereka tidak menyembunyikan kesulitan tetapi mempercayakan ke tim untuk bersama menghadapi tantangan dan menemukan solusi.
Strategi CEO untuk Membangun Resilient Team
Untuk mempunyai tim yang tangguh dan siap menghadapi segala tantangan yang dihadapi perusahaan, CEO berperan penting untuk mengatur cara supaya hal tersebut terwujud. Strategi yang dapat dilakukan oleh CEO dalam membangun resilient team adalah sebagai berikut:
1. Menanamkan sikap keterbukaan
Dalam hal ini, leader mengajak para karyawan untuk berani ‘speak up’ dan mengajak mereka untuk saling berbagi pemikiran dan perasaan. Keterbukaan dan kejujuran dapat memberi ruang untuk tim sehingga masalah dapat terselesaikan, tidak hanya dipendam.
2. Independent observer
Untuk membantu tim lebih terbuka terhadap permasalahan yang berpotensi mengganggu kinerja, resilient leader bisa mengundang seorang expert dari luar untuk menawarkan sebuah perspektif yang objektif terhadap permasalahan anggota tim.
3. Story sharing
Untuk memupuk partisipasi, kepercayaan, dan keterikatan; CEO dapat mengajak tim untuk menjabarkan perjalanan hidup mereka, saat di titik atas maupun bawah, dan berbagi highlight cerita hidup mereka dengan tim. Dengan berbagi cerita, tim menciptakan lingkungan di mana compassion dan kerendahan hati disambut dengan baik.
4. Pengecekan level semangat
Setiap awal pertemuan/kerja, mintalah karyawan untuk menyatakan level energi mereka dari skala 1 sampai 5. Hal sederhana ini dapat digunakan untuk mengetahui dengan cepat jika ada karyawan yang membutuhkan perhatian lebih.
5. Memupuk kepercayaan
Khususnya ketika pekerjaan dilakukan tidak tatap muka, entah karena masih memberlakukan sistem WFH atau memang menerapkan sistem kerja WFA, seseorang bisa dengan mudah tidak terkendali.
Ketika sudah merekrut karyawan dengan benar, harapannya adalah perusahaan mempunyai pekerja-pekerja yang mempunyai motivasi yang tinggi. Para pekerja sudah mengerti betul tugas-tugasnya dan melakukan hal yang benar. Dalam situasi ini, micromanaging adalah hal yang tidak tepat untuk dilakukan. Jika seorang CEO menaruh kepercayaan penuh terhadap karyawan yang memang sudah bekerja dengan baik, tentu hal ini secara otomatis juga memupuk kepercayaan karyawan terhadap perusahaan dan rekan-rekannya juga atasan.